Setitik Dunia "Sejarah Indonesia"
Karena blog saya terlihat sepi, maka saya akan posting hari ini...Oke, karena ini berkaitan dengan Indonesia, maka saya akan mencoba berbahasa Indonesia yang baik.
Memang akhir-akhir ini saya (mulai) sangat tertarik pada dunia "Sejarah Indonesia" yang ternyata... WOW!
Semua ini dimulai karena tugas pemberian pak Indra (guru Sejarah di sekolah) untuk mengunjungi 6 museum (monumen Proklamasi, museum Sumpah Pemuda, Gedung Joang 45, museum Kebangkitan Nasional- Ex. STOVIA, museum Perumusan Teks Proklamasi-Rumah Laksamana Maeda, dan Kantor Berita ANTARA).
Dan ternyata tugas tersebut sangat bermanfaat buat saya utamanya, haha.
Sebenarnya hanya disuruh 1x ke museumnya, tapi saya sudah 3x ke Museum Sumpah pemuda, 2x ke Monumen Proklamasi, 2x Ke museum Joang 45, 2x ke museum Kebangitan nasional, dan 1x ke museum Perumusan Teks Proklamasi dan kantor berita ANTARA di Pasar Baru dalam kurun waktu kurang lebih 2 minggu.
Ada 2 museum favorit saya, Rumah Laksamana Maeda dan museum Sumpah Pemuda.
Tetapi kali ini saya mau mendeskripsikan museum Perumusan Teks Proklamasi saja.
Di Museum Perumusan Teks Proklamasi (rumah Laksamana Maeda) itu tempatnya enak banget, walaupun keponakannya Silvia liat ada makhluk astral disana, tepatnya diruang bawah tanahnya, tapi gapapa deh. tapi 1 pelajaran yang saya dapatkan.
" Setiap rumah orang Jepang jaman dulu, pasti ada ruang bawah tanahnya"Ngomong-ngomong ruang bawah tanah, saya jadi ingat ruang bawah tanah di Museum Fatahilah, tetapi itu sudah sekitar 6 tahun lalu -____-
Kembali ke rumah si Laksamana,
rumahnya tingkat. Yaa baguslah untuk ukuran rumah jaman Jepang dulu, dan kata Bapak penjaga rumahnya, dulu rumah ini salah satu dari 4 bangunan Mewah di daerah situ (Jakarta Pusat). Wah, kalau jaman sekarang, rumah seperti punya Laksamana ada ratusan ya -_-
Rumah Laksamana ini sebelum jadi Museum Perumusan Teks Proklamasi, sempat dipakai juga dalam berbeda-beda kepentingan. Kalau tidak salah, rumah ini pernah dipakai oleh Perpustakaan Nasional.
Di Lantai 2 nya ada kamar, kalau tidak salah sekitar 3, karena kamar mandinya ada 3. Dan yang menakjubkan, kamar mandinya ada wastafel dan bathtub yang masih asli dari jamannya. Balkon yang cukup luas ada 2. Bangunan ini hanya di cat ulang dan propertinya sebagian ada yang di perbarui. Didalamnya ada ruang saat penyambutan Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Soebarjo. Ada juga ruang makan, disini ada patung yang menggambarkan suasana saat perumusan teks proklamasi, ada ruang tempat Sayuti Melik mengetik teks proklamasi yang otentik, Ada ruang dengan meja panjang dan banyak kursi sebagai tempat berkumpul saat pengesahan teks proklamasi tersebut, dapur juga ada. Halaman belakangnya luas, dulu digunakan sebagai tempat Pesta Kebun, dan disitu ada ruang bawah tanah yang tadi saya jelaskan. Ketika saya lihat ke dalam, ruangnya sangat kecil, dan juga cukup gelap.
di bagian samping rumah ada kamar pembantunya juga, salah satu kamarnya sekarang di gunakan sebagai tempat Sholat.
oh ya, selain di lantai 2 kamar-kamar, walaupun gak ada ranjangnya, tapi ada informasi sejarah-sejarah ditempel didinding. ada juga foto Ir. Soekarno berpelukan sama Jendral Soedirman waktu perang gerilya deh, kan Jend. Soedirman lagi sakit tuh, disambut sama Ir. Soekarno.
Nah pokoknya sejak ke museum-museum itu kadang-kadang saya suka cari artikel soal sejarah Indonesia dan tau banyak Fakta tentang sejarah-sejarah dahulu.
Walaupun ada aja yang males-malesan ke museum, mager lah, apa lah, tapi seru kok! Napak tilas waktu penjajahan sampai sekitar proklamasi bahkan sampai pembacaan teks proklamasi.
Intinya Bapak Ir. Soekarno benar:
JAS MERAH
"Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah"
Oh ya, ada satu pesan yang BAGUS nih untuk para Pejabat di Penjuru Indonesia tercinta ini:
Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk bangsa Indonesia dengan cara Indonesia.Namun yang penting untuk kalian yakini, sesaatpun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah MENGKORUP kekayaan negara, aku bersyukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan langkah perjuanganku.
(Pesan Ki Hajar Dewantara)